BBM Bersubsidi di Jakarta Masih Belum Sesuai dengan Sila Kelima Pancasila

Pengendalian BBM bersubsidi khususnya di Jakarta dirasa belum tepat sasaran. Terlebih lagi menurut Bapak Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI dalam acara Diskusi Publik bersama KBR dan YLKI, dengan tema: “Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah Jakarta”, Selasa, 8 November 2022, bahwa masih terdapatnya masyarakat mampu yang menikmati subsidi BBM dan kendaraan pribadi yang beredar di kota Jakarta menggunakan bahan bakar yang belum berstandar EURO sehingga menjadi penyumbang polusi udara.

Data dari Ditlantas Polda Metro Jaya per Oktober 2022 menyebutkan ada 2.923.407 unit jumlah kendaraan roda empat, dan 9.076.757 unit kendaraan roda dua berada di Jakarta. Ini baru dua jenis kendaraan bermotor. Belum kendaraan jenis bus, dan belum mencakup di luar wilayah Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Oleh karenanya pengendalian BBM Bersubsidi dan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan menjadi pembahasan hangat dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan secara virtual.

 

Kesadaran Masyarakat Mampu untuk Tidak Menggunakan BBM Bersubsidi

Sebagaimana kita ketahui, mulai hari Sabtu tanggal 3 September 2022 pukul 14:30 WIB, Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga 3 jenis BBM (Bahan Bakar Minyak) yaitu Pertalite menjadi Rp. 10.000/liter, Solar menjadi Rp 6.800/liter, dan Pertamax menjadi Rp 14.500/liter.

Kenaikan harga bahan bakar di Indonesia selain karena harga minyak dunia, dikarenakan pula beban subsidi BBM yang mencapai Rp 502 triliun. Angka yang fantastis, apalagi jika melihat kepada pengguna BBM Bersubsidi ternyata dinikmati masyarakat mampu. Ini bertolak belakang dengan Undang-Undang No. 30/2007 Tentang Energi yang mengamanatkan penyediaan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.

“Di Undang-Undang Energi ditegaskan secara jelas mengenai subsidi energi untuk masyarakat tidak mampu. Apakah pengguna mobil merupakan masyarakat tidak mampu?” Terang Bapak Tulus Abadi. 

mobil mewah menggunakan BBM Bersubsidi, 
sumber: channel Youtube KompasTV (https://www.youtube.com/watch?v=6Z6vAb5bXQc)

Dari sini, hendaknya masyarakat mampu tidak ikut menikmati BBM bersubsidi. Sudah semestinya menegakkan prinsip sila kelima Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Adil dalam pemilihan BBM untuk mesin kendaraan, dan adil terhadap penggunaan subsidi BBM yang diberikan pemerintah kepada masyarakat tidak mampu.   

Dalam kesempatan yang sama Bapak Maompang Harahap, ST., MM Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas menyampaikan bahwa, masyarakat dengan kesadaran penuh bisa menjadi pengguna BBM yang berkualitas dan lebih ramah lingkungan, sedangkan masyarakat yang mampu jangan lagi menggunakan BBM yang bersubsidi.

 

Benarkah Kenaikan Harga BBM Mempengaruhi Kualitas Udara di Jakarta?

Naiknya harga BBM menjadikan masyarakat yang semula menggunakan kendaraan pribadi, perlahan beralih ke transportasi umum. Hal tersebut menjadi sinyal baik terhadap kualitas udara di Jakarta. Pantauan KLHK terhadap 6 stasiun pemantauan untuk melihat kualitas udara atau ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara), selama 65 hari dari bulan September hingga 8 November 2022, kecenderungan kualitas udara di Jakarta lebih baik.

 

“Indeks Standar Pencemaran Udara yang tercatat di KLHK trennya menurun. Namun saya belum bisa memberikan perhitungan berapa persentase penurunannya, tapi cenderung kualitas udara di Jakarta membaik.” Ungkap Ibu Luckmi Purwandari, ST., M.Si selaku Direktur Pengendalian Pencemaran Udara KLHK.

Ibu Luckmi Purwandari pun menyampaikan bahwa kualitas udara tidak hanya dipengaruhi karena kenaikan bahan bakar saja, tetapi dari berbagai hal, seperti:

  • Sumber pencemaran yaitu kendaraan, industri, dan kegiatan kita sehari-hari (misalnya melakukan pembakaran, merokok)
  • Dari meteorologi, misalnya musim, kecepatan/arah angin.
  • Topografi lingkungan.
  • Bencana alam.
  • Teknologi dari kendaraan yang digunakan, dimana kendaraan bermotor yang diproduksi antara tahun 2016 sampai saat ini, hasil uji emisinya lebih baik daripada kendaraan yang diproduksi sebelum tahun 2016.

Selain itu, penanaman pohon, kontribusi masyarakat yang tadinya menggunakan bahan bakar pertalite beralih ke pertamax, dan mengandalkan transportasi publik untuk bepergian, juga menjadi sumbangsih agar kualitas udara semakin membaik. Ini perlu kerjasama dan kesadaran semua pihak.

 

Masih Perlukah BBM Bersubsidi Dipertahankan?

“Pemprov DKI telah menyediakan layanan angkutan umum yang lengkap dengan kepastian waktu keberangkatan dan kedatangan. Upaya ini dapat membantu mengehemat subsidi BBM.” Kata Bapak Dr. Syarifin Liputo, A.T.D., M.T Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam kesempatan yang sama.

Bila transportasi publik di Jakarta sudah nyaman dan memadai, maka masyarakat dapat bermigrasi ke moda transportasi umum, sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Kalau yang jaraknya dekat bisa berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Jika sudah seperti itu, lantas apakah masih perlu BBM bersubsidi pertahankan?

Saya pun terkesima dengan perhitungan yang disampaikan Bapak Tri Yuswidjajanto, Ahli Bahan Bakar & Pembakaran Kelompok Keahlian Koversi Energi ITB, dalam kesempatan yang sama. Subsidi BBM Rp.570 Triliun itu bila dialokasikan untuk hal lain seperti untuk pembangunan (jalan tol, jalan lintas propinsi, sekolah, rumah sakit tipe A, PLTU 100 MW), dan pemberian BLT BBM untuk 32juta KK selama 10 tahun, maka bukankah bisa membangun perekonomian bangsa, sehingga terwujud berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?

Pertimbangan hal di atas bisa menjadi solusi agar kualitas udara di Jakarta lebih baik, selain pilihan untuk penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, dan penggunaan transportasi publik. Bahkan dapat memangkas fenomena nakal masyarakat mampu menggunakan BBM bersubsidi, sehingga keadilan sosial bisa terwujud.

 

 “Penggunaan sepeda motor di Jakarta sangat tinggi yang tentunya distribusi polusinya juga tinggi. Ini yang harus diantisipasi oleh Pemrov DKI agar kota Jakarta betul-betul menjadi kota yang manusiawi, kota yang layak ditinggali. Dan dari sisi ekonomi, lingkungan, ekologis yang berkeadilan dengan mewujudkan bahan bakar yang lebih adil.” Tutup Bapak Tulus Abadi.



Komentar

Triani Retno A mengatakan…
Keadilan sosial bagi yang berduit, Kak :'(
Kalau menurutku sih, masih perlulah subsidi BBM. Harga BBM naik itu kan langsung memicu kenaikan harga lain-lain, yang sayangnya sering nggak diikuti kenaikan penghasilan freelancer.

Dengan catatan: penerapannya bener-bener tepat sasaran. Kalau sekarang kan BBM subsidi malah lebih banyak digunakan oleh kalangan mampu.
YSalma mengatakan…
Semoga semakin banyak yang menggunakan transportasi publik di Jakarta ya. Secara pilihan transportasi umumnya sudah lebih baik dan beragam dibandingkan daerah lain. Peggunaan mobil pribadi hanya untukkeperluan tertentu saja, sehingga BBM bersubsidi tepat sasaran.
Bambang Irwanto mengatakan…
Kalau saya pribadi, kenaikan BBM, mungkin tidak terlalu berpengaruh. karena saya banyak kerja dari rumah, dna paling isi pertalite 1-2 liter hehehe. Tapi akan terasa bagi pemilik mobil. Karena tidak mungkin isi 1-2 liter.
Tapi benar juga ya, Mbak. Kalau ada kenaikan, jadi orang banyak beralih ke transportasi umum. Jadi mengurangi polusi udara juga. Apalagi transportasi di kota besar, termasuk Jakarta sudah komplit.
Erin Herlina mengatakan…
Jangankan di Jakarta, di daerah saya juga dama BBM Subsidi tidak tepat sasaran. Mirisnya ini berada di kawasan elit. Padahal kan subsidi untuk kalangan tidak mampu, ya.
Hallowulandari mengatakan…
serius tuh ada mobil alphard isi bensinya pakai bbm subsidi? parah sih yaa, mobil mahal kok ya pake jatah bbm wong cilik, emang harus reformasi energi ke ramah lingkungan ya biar lingkungan lebih sehat juga
Yuni Bint Saniro mengatakan…
Sedih sih. BBM bersubsidi tapi belum maksimal dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Andai semua orang yang mampu punya kesadaran untuk membiarkan BBM bersubsidi dinikmati oleh mereka yang membutuhkan ya.
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
memang merasa belum tepat ya, karena ya pengawasan dan kesadaran masyarakatya masih kurang juga. JAdi lebih ke kesadaran juga yang perlu ditingkatkan terus biar aware sama kondisi lingkungan kita
Sabrina mengatakan…
ternyata BBM Subsidi bisa mencapai 570 triluin ya, besar sekali padahal bisa dimanfaatkan untuk pembangunan lain. terlepas dari itu Jakarta memang terlihat sekali jika polusi udaranya sudah kurang sehat mengingat kendaraan yang jutaan berlalu lalang megeluarkan polusi
Yonal Regen mengatakan…
Semoga orang-orang yang berkategori mampu dapat lebih paham bahwa BBM bersubsidi bukan untuk mereka.
Menggunakan BBM bersubsidi yang bukan peruntukannya berarti telah mengambil hak-hak mereka yang seharusnya menjadi penerima manfaat BBM Bersubsidi
Rani Yulianty Iskandar mengatakan…
Kenaikan harga BBM berasa banget di aku yang bolak-balik jemput anak sekolah, semoga kenaikan BBM ini memberi dampak positif untuk seluruh lapisan masyarakat
Dee_Arif mengatakan…
Sayang banget ya
Ternyata BBM bersubsidi di Jakarta masih belum tepat sasaran
Semoga next bisa lebih tepat sasaran
Monica Anggen mengatakan…
Yuk pindah ke BBM yang lebih ramah lingkungan dan bisa bikin awet mesin juga (biaya perawatan jadi lebih ringan dan jadi jarang perlu perbaikan juga). Kalau mau lebih hemat, lebih sering aja gunakan transportasi publik
Damar Aisyah mengatakan…
Jujurly kalau menurutku masih belum sesuai sila ke-5. Lha wong yg antri BBM Subsidi itu kendaraannya kinclong2 loh. Dandan klimis tak bercela. Tapi ya gitu deh, tempat antrinya yg ada tulisan segede gaban, "Antrian BBM Bersubsidi" semua kembali pada hati nurani.
Arni mengatakan…
Aduuuuh habis baca ini aku jadi agak merasa bersalah juga nih turut menyumbang polusi setiap hari. Timbang sampe alfa di depan komplek aja kudu naik motor nih. Padahal jalan kaki juga gak begitu jauh, emang dasar udah keenakan naik motor hehehe
Oke deh, kedepannya aku akan berusaha mengurangi penggunaan kendaraan bermotor apalagi yang pakai BBM bersubsidi
Wiwid Nurwidayati mengatakan…
Kata Bapak Jokowi, kalau subsidi di Indonesia itu kebanyakan yang menikmati orang mampu. Lha orang mampunya ngaku-ngaku nggak mampu e pak. Semoga kenaikan BBM ini tepat sasaran ya, pak Jokowi
Siska Dwyta mengatakan…
Miris juga ya mengetahui fakta bahwa masih banyak masyarakat mampu yang menikmati BBM Bersubsidi padahal notabene mereka mampu beli Pertamax atau Pertamax Turbo tapi masih ngantri aja di BBM yang bersubsidi. Harus ada kesadaran sendiri mah ini dan penting juga mengedukasi masyarakat terkait pentingnya penggunanaan BBM Ramah Lingkungan